“Pemanfatan Hutan Pariwisata Sebagai Upaya Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan”
Oleh: Sipan
NIM :201607080089
Mahasiswa Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial
Desa wisata sebutan baru bagi daerah yang ada di desa Bajang kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, daerah tersebut kini ramai dikunjungi para wisatawan berkat pengelolaan hutan yang ada di bukit berukoh yang memiliki nilai eksotis karena dapat melihat langsung pesona pemandangan indah persawahan diupayakan oleh masyakarakat sekitar untuk dijadikan sebagai tempat wisata alam yang dapat menguntungkan bagi nilai perekonomian masyarakat sekitar.
Penelitian yang dilakukan di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan pada masyarakat desa Bajang. Penelitian ini dianalisis mengunakan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar manfaat hutan yang ada di daerah bukit berukoh sebagai tempat pariwisata, serta memahami besarnya potensi pendapatan masyarat disekitar hutan bukit berukoh.
Dengan jadikannya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan tersebut sebagai obyek wisata alam yang indah, maka perekonomian masyarakat Desa Bajang Kecamatan Pakong meningkat.
Kata kunci: Pengelolaan hutan, Fungsi kawasan, Masyarakat lokal, sumbedaya hutan.
Pendahuluan
Hutan merupakan sumber daya alam yang berada di bumi yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian hutan menjadi sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di bumi terutama bagi kelangsungan hidup manusia karena hutan selain memiliki keuntungan untuk bumi sebagai paru-parunya, juga dapat menguntungkan bagi perekonomian makhluk hidup di sekitarnya. Pasalnya, hutan memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai contoh dengan menjadikannya obyek wisata.seperti halnya di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang mempunyai hutan yang dijadikan obyek wisata alam yang sangat indah.
Desa wisata yang dijadikan sebagai obyek wisata alam di Gunung berukoh ini dikelola oleh masyarakat sekitar. Desa wisata yang memiliki nilai eksotis dengan ketinggian perbukitannya mencapai 250 meter diatas permukaan laut dan dapat melihat langsung pesona pemandangan indah persawahan diupayakan oleh masyakarakat sekitar untuk dijadikan sebagai tempat wisata alam yang dapat menguntungkan bagi nilai perekonomian masyarakat sekitar dan juga guna untuk melestarikan dan menjaga alam di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan. Gambar 1: kondisi hutan sebelum menjadi tempat wisata
Desa Wisata berukoh sebutannya merupakan desa wisata yang di kembangkan dan dikelola oleh masyarakat di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasa. Hutan yang dimanfatkan masyarakat sekitar sebagai obyek wisata alam tersebut memiliki keindahan alam yang eksotis dengan pemandangan persawahan di sekitar perbukitan bukin berukoh. Keindahan alam tersebut dapat menguntungkan perekonomian masyarakat sekitar dan juga sebagai upaya masyakarakat dalammelestarian alam di Desa Wisata Bajang. Dengan demikian, maka masyarakat di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan sebagai pengembang Desa Wisata Bajang tidak hanya mengeksploitasi maupun memanfaatkan kekayaan yang ada di Desa Wisata tersebut namun juga sebagaiupaya pelestariannya. Dengan demikian, Desa Wisata Bajang yang mendapatkan daya tarik dari wisatawan dengan keindahannya, semakin hari semakin menarik banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke Desa Wisata Bajang. Gambar 2: Kondisi setelah di buat wisata
Dengan banyaknya wisatawan yang mengunjungi Desa Wisata Berukooh pendapatan yang di peroleh oleh masyarakat sekitar akan semakin bertambah. Dengan demikian pula, maka pendapatan atau hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dana untuk merawat dan menjaga serta mengembangkan kawasan Desa Wisata Bajang tersebut.Oleh karena itu, pentingnya untuk melestarikan kekayaan alam yang ada merupakan bagian terpenting untuk menjaga lingkungan agar tidak semakin rusak. Karena, terkadang manusia lalai dalam hal memanfaatkan sumber dayaalam yang ada. Tidak sedikit dari mereka yang hanya mampu mengeksploitasi saja tanpa melestarikan. Menjadikan kekayaan alam sebagai sumberkeuntungan yang terus dieksploitasi tanpa peduli betapa pentingnya untuk menjaga. Selain itu adanya revitalisasi pembangunan hutan merupakan upaya untuk mengembalikan vitalitas hutan yang rusak sehingga nantinya dapatdikelola dengan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainble forestmanagement) yang memperhatikan keselarasan dan keserasian nilai keonomi,ekologi dan sosial budaya (Wilujeng, 2015).
Gambar 3: Kawasan wisata
Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang memanfaatkan kekayaan alam sebagai sumber ekonomi yang sangaja menguntungkan bagi perekonomian di masyarakat sekitar namun juga tidak melalaikan tanggung jawabnya untuk melestarikan dan menjaganya dengan berbagai cara. Hal ini dirasa sangat balance karena di satu sisi kekayaan yang dimanfaatkan menguntungkan bagi perekonomian masyarakat Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan dan si satu sisi yang lain masyarakat sekitar tidak melupakan untuk melestaraikan dan menjaga sumber daya alam yang ada.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih peneliti karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari subjek yang diteliti (Sitorus, 1998). Metode studi kasus pada pelaksanaannya di lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta terbatas, maupun penelusuran (analisis) data sekunder sebagai instrumennya. Gambar 4: Objek wisata kawasan hutan berokoh
Strategi studi kasus yang diterapkan oleh peneliti mampu menghindari terbatasnya pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya berdasar pada penafsiran penelitian.
Penelitian dilakukan di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan pada masyarakat desa Bajang. Penelitian ini dianalisis mengunakan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar manfaat hutan yang ada di daerah bukit berukoh sebagai tempat pariwisata, serta memahami besarnya potensi pendapatan masyarat disekitar hutan bukit berukoh disebabkan perkembangan hutan pariwisatanya.
Memahami Konsep Filosofis Pengelolaan Sumber Daya Alam
lnstitusion without concept are blind, concept without institusion are empty (Kant). Dogan dan Pelassy (1996) menyetir untaian kata bijak Kant ini ketika mengawali pemaparan tentang operational consept dalam buku-nya How to Compare Nations: Strategies in Comparatiae Politics. Penulis merasa perlu mengemukakan pemikiran Kant sebagai kerangka teoritik, dalam menyoroti ketidaksinkronan dialektis yang berkembang dewasa ini mengenai strategi pengelolaan sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya kehutanan. Dalam hal ini kebijakan pengelolaan hutan berdasarkan pendeka tarr con cep t ual r at io n aI seb agaim ana (misalnya) gaga an yang diusung Kinreng (2003), selalu berbenturan ais a ais dengan pendekatan institusional moral bahkan pendekatan rasional selalu mengalahkan pendekatan moral (Satria, 2003).
Pemikiran Kant ini sangat relevan dalam melihat pandangan manusia saat ini yang selalu berseberangan dalam melihat strategi pengelolaan sumberdaya alam. Kepemihakan yang berlebihan terhadap satu pendekatan yang dianggap sebagai satu-satunya solusi cenderung akan menutup mata terhadap kelemahan mendasar dari pendekatan yang dianutnya. Mengedepankan rasionalitas tanpa pijakan moral sering kali tidak bermanfaat (bahkan merugikan) bagi sesama sebaliknya aspek moral saja tanpa landasan rasionalitas yang memadai adalah fatamorgana(Nurrochmat, 2004).
Ada dua hal pokok yang mencuat dalam dialektika pengelolaan sumber daya alam (termasuk hutan) masa kini. Pertama, masalah anthroposentrisme dan ekosentrisme dengan berbagai variannya. Kedua, adalah pendekatan rasional dan moral termasuk didalamnya short-term self interest dan positivistiknya.Polemik pengelolaan sumberdaya alam seringkali tidak berujung pada sinergi, karena kegagalan para pihak memahami tataran "role" dan "goal". Thorngate (2001) mengatakan bahwa meskipun terkesan mirip, goal dan role memiliki pengertian yang berbeda. Menurutnya "goals define what is to be accomplished" sedangkan "roles define who wiII do what, where, and when to accompolish them". Sesungguhnya penulis sendiri tidak melihat perbedaan tujuan mendasar antara pendekatan rasional dan gagasan moral karena keduanya bermuara pada satu goal yang sama atau setidaknya serupa, katakanlah social harmony. Perbedaan taiam terjadi pada tataran strategi dan ini berarti keragamarr "roles".
Dominasi pendekatan rasional-antroposentris dalam prakteknya cenderung mengabaikan rasionalitas wilayah lain misalnya kearifan lokal (tradisional). Apalagi rasionalitas itu sifatnya yang sentralistik sangat berpotensi membunuh realitas keragaman. Berangkat dari pemikiran ini lah perlunya mendekonstruksi pendekatan rasional dengan pendekatan moral (Satria 2003), di antaranya melalui desentralisasi -termasuk partisipasi dan devolusi. Pemikiran ini wajar karena sesungguhnya pendekatan moral dan pengelolaan sumberdaya alam misalnya melalui partisipasi dan devolusi sudah menjadi icon wajib dalam berbagai studi pengelolaan sumberdaya alam sejak pertengahan 1980-an.
Namun ternyata konsep ini bukan tanpa cacat. Cooke dan Khotari (2001), misalnya, dalam bukunya Participation; The Neut Tyrany? " mengkritik tajam penerapan konsep partisipasi. Dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan, Anderson (2000) mengatakan bahwa partisipasi dan devolusi memang berpotensi untuk pengelolaan hutan secara lebih baik dan lestari, namun demikian i,rga diingatkan bahwa .... Participation or decentralization it self can not guarantee that people wiII reap more benefits or be more interested in sustainable forest management". Selanfutnya dikatakan bahwa sering kali konsep partisipasi berlandaskan pada asumsi umum yang belum teruji kebenarannya. Misalnya: pertama, masyarakat lokal mempunyai kemauan dan kemampuan mengelola sumberdaya alam secara lestari; kedua, masyarakat lokal homogen dan stabil; ketiga, pengetahuan lokal yang spesifiksesuai unfuk pengelolaan sumberdaya alam secara lestari.
Dalam kenyataarnya asumsi diatas hanya tepat pada suatu daerah tertentu, tetapi belum tentu sesuai dengan kondisi daerah yang lain. Sebagaimana pendekatan lainnya, disamping mempunyai kelebihary partisipasi (sebagai salah satu bentuk pendekatan moral) juga mempunyai kelemahan. Banarjee (1997) mengatakan bahwa partisipasi tidak bisa diterapkan dalam berbagai kondisi diantaranya pada daerah dimana terjadi konflik penguasaan sumberdaya alam atau di daerah yang struktur populasinya sangat terpencar. Pendekatan partisipasi jauh lebih sulit diterapkan ketika berhadapan dengan kenyataan bahwa tradisi semakin longgar dan semakin banyak anggota masyarakat yang tidak lagi merasa terikat dengan kepentingan kolektif (Susilo, 2003: 26). Dari pengalaman di lapangan, tampaknya pendekatan rasional dapat efektif di terapkan pada daerah yang masih memegang kuat kearifan tradisional. Namun, di sisi lain terjadi kecenderungan "motivasi uang" pada masyarakat lokal di berbagai tempat akibat pengaruh globalisasi dan ekonomi pasar yang masuk.
Kreteria
Hutan Kemasyarakatan
Jika kita melihat pemangunan nasional saat ini, mereka mengacu padaTriple Track Strategi, yang meliputi:
Pro growth: ekonomi harus mampu tumbuh dengan meningkatkan ekspor dan investasi
Pro Jobs: dimana pembangunan nasional harus juga diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja agar pengangguran terkurangi
Pro poor: pembangunan juga harus mampu mengurangi kemiskinan terutama mereka yang ebrada di pedesaan, dan sektor pertanian,perikanan, dan kehutanan.
Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjagakelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup (Permenhut, 2014)
Pelestarian Lingkungan
Secara ekologi pembangunan merupakan gangguan terhadap keseimbangan lingkungan, sehingga upaya pelestarian lingkunganmerupakan suatu yang janggal jika dihubungkan dengan kegiatan pembangunan. Konsep pelestarian lingkungan modern mesti berisikan upaya pemanfaatan lingkungan sekaligus memelihara keberlanjutannya. Untuk mewujudkan hal tersebut terdapat strategi mempertahankan kelestarian lingkuangan, yaitu :
Memperkuat kapasitas perencanaan lokal dengan mamasukkan aspek konservasi ke dalam perencanaan spasial
Rasionalisasi hak-hak atas sumberdaya
Pengembangan area lokal (B. Mitchell, Setiawan, 2000).
Ekonomi Lokal
Menurut Blackely dan Bradshaw, pegembangan ekonomi lokal merupakan proses dimana proses pemeirntah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitasusaha untuk mencipatakan lapangan pekerjaan. Sedangkan menurut Wold Bank, ekonomi lokal adalah proses dimana para pelakupembangunan, bekerja kolektif dengan mitra dari sektor publik, swastadan non pemeirntah, untuk menciptakan kondisi lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja (“Worldwide Governance indicator, ")
Pembahasan
Kawasan Hutan yang ada di bukit berukoh merupakan salah satu ekowisata yang berbasis hutan di Indonesia. Ekowisata ini terletak di kawasan perbukitan dimana masyarakat memanfaatkan hutan ini untuk dikembangkan menjadi wisata alam sekaligus menjadi desa wisata yang berada di Desa Bajang.
Gambar 5: Kawasan bukit tampak dari bawah
Awalnya hutan ini tandus dan didorong dengan wilayah Bajang sering dilanda kekeringan, oleh karena masyarakat melakukan penanaman pohon kembali dihutan yang dulunya menjadi lahan kritis ini untuk menjaga persediaan air tanah.Karena hutan salah satu faktor sebagai penangkap air yang efisien. Oleh karenanya, apabila hutan rusak atau mengalami ketandusan akan berdampak pada kekurangan air di wilayah Bajang saat musim kemarau tiba (ReniVitasurya, Pudianti, Purwaningsih, & Herawati, 2014). Wisata alam Bukit berukoh geografis terletak di jajaran perbukitan yang berada di Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan Madura dengan ketinggian 250 mdpl. Ekowisata Berukoh ini dikelola oleh masyarakat di Desa Bajang yang berada dalam Kelompok Tani Hutan kemasyarakatan Mandiri (KTHKm Mandiri).
Gambar 6; Pemandangan persawahan
Ekowisata Hutan di kawasan bukit Berukoh menyuguhkan pemandangan alam persawahan dengan melihat dan menikmati gugusan padi. Ekowisata Hutan di kawasan Bukit Berukoh awalnya sebuah hutan tandus dan muncul sebagai cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah terjadi perubahan lingkungan dalam bentuk perubahan status hutan. Pengelolaan sumber dayahutan tidak terlepas dari pengelolaan sumber daya alam secara komprehensif dan berkelanjutan (Purnomo, 2014). Masyarakat pun ikut berpartisipasi dalam mengembangkan dan mengelola wisata alam. Dan dimana masyarakat mampu menciptakan atau menjadikan hutan sebagai tempat wisata dengan tanpa merusak hutan.
Wisata alam atau nature tourism merupakan kegiatan wisata dimana diikuti dengan kegiatan fisik dari wisatawan tanpa memperhatikan konservasi (Ardani, 2014). Tetapi hal ini berbeda dengan wisata alam Berukoh, dimana pariwisata ini dilaksanakan di wilayah hutan kemasyarakatan dengan status hutan lindung. Oleh karenanya semua kegiatan dilakukan dengan memperhatikan konservasi hutan. Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat lokal dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar dan positif.
Seperti pendapat Cary (1970) bahwasannya untuk menjamin kesinambungan pembangunan, maka partisipasi masyarakat sangat diperlukan dan harus tetap diperhatikan dan dikembangkan (Suprayitno & Lokal,2008). Pengembangan dan pengelolaan ekowisata Berukoh secara intensif dapat menjadi kegiatan alternatif bagi masyarakat Bajang. Disisi untuk menjaga kelestarian hutan juga mampu memberikan lapangan ekonomi bagi masyarakat lokal untuk meningkatan pendapatan masyarakat lokal di sekitar ekowisata Hutan di bukit Berukoh tersebut
Analysis dan Evaluation
Hutan merupakan salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang mempunyai manfaat yang sangat banyak. Di dalam masyarakat, demi menunjangnya perekonomian masyarakat di sekitaran hutan tersebut, maka dapat di manfaatkan salah satunya dengan menjadikan hutan tersebut sebagai obyek wisata alam. Memanfaatkan keindahan dan kekayaan alam yang ada tentunya baik karena dapat menunjang keaktifan masyarakat dan kepedulian terhadap lingkungannya dengan catatan tidak dieksploitasi secara berlebihan dan harus tetap menjada serta melestarikan obyek wisata alam tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan Daerah Madura yang menjadikan hutan di sebuah kawasan Bukit Berukoh menjadi obyek wisata yang sangat indah dan sangat menarik pengunjung dari berbagai daerah.
Dengan jadikannya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan tersebut sebagai obyek wisata alam yang indah, maka perekonomian masyarakat Desa Bajang Kecamatan Pakong meningkat.
Dengan meningkatnya perekoniam masyarakat di sekitar maka perekembangan obyek wisata alam Berukoh dari waktu ke waktu semakin berkembang tidak hanya itu saja, dengan semakin berkembangnya obyek wisataalam tersebut maka daya tarik wisatawan dari berbagai daerah bertambah. Hal tersebut dirasa sangat menguntungkan bagi masyarakat sekitar, pasalnya dengan usaha masyarakat di Di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang mengelola dengan mandiri kawasan wisata alam tersebutsangat meningkatkan perekonomian mereka.
Gambar 7;Lahan parkir sebagai sumber pendapatan baru
Dengan demikian, masyarakat juga menyadari betapa pentingnya menjaga kelestarian alam disana. Jadi, tidak serta merta hanya dieksploitasi dengan memanfaatkan kekayaan alam dan keindahannya namun juga dilestarikan dan dijaga. Sebagai contoh yang nyata saja, kawasan wisata alam di berukoh selalu saja bersih, hijau royo-royo, dan terlihat sangt rapih. Sangat terlihat betapa besar kerja sama antar warga yang sangat jelas terlihat, ini menandakan antusias mereka terhadap memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kepentingan perekonomian sangat tinggi. Gambar 8; Potret kesibukan penjual
Karena setelah pemerintah mempercayakan masyarakat untuk mengolah, mengelola, melestarikan dan menjaga hutan serta sumber daya alam yang ada di kawasan hutan bukit berukoh, masyarakat mempunyai antusias yang sangat tinggi dan dari data yang ada menandakan bahwa masyarakat lebih baik dalam menjaga dari pada di tangan pemerintah karena atas antusias dan kerjasama dari mereka yang begitu besar pula. Gambar 9:Usaha perdagangan
Namun, dari analisis tersebut, tentunya ada hal yang perlu diperhatikan sebagai bentuk evaluasi guna menciptakan obyek wisata alam yang tidak hanya dimanfaatkan sebagai bentuk penunjang ekonomi masyarakat di Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan namun juga sebagai bentuk timbal balik dari masyarakat yang mengapresiasikan atas pemanfaatan dari kekayaan alam yang ada. Dan hal ini dirasa sangat penting karena secara langsung maupun tidak langsung, seiring dengan berkembangnya obyek wisata alam hutan di Bukit Berukoh, akan ada hal yang tidak luput menimbulkan kerusakan secara perlahan pada alam di kawasan obyek wisata tersebut jika kurang diperhatikan juga oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar.
Hal yang sangat perlu diperhatikan ketika membludaknya wisatawan dari berbagai daerah maka akan menimbulkan tekanan di daerah ketinggian dari puncak Berukoh tersebut. kendaraan besar yang silih berganti memasuki kawasan perbukitan tersebut dapat menimbulkan ketidak stabilan pada tanah danjuga kerusakan ekosistemnya. Tekanan yang ada yang ditimbulkan dari banyaknya wisatawan yang berkunjung harus sangat diperhatikan apalagi lahanyang dijadikan tempat berparkir berbagai kendaraan juga di sebuah ketinggian dalam puncak pegunungan di Menoreh. Tidak hanya itu saja, namun banyaknya pengunjung yang tidak mungkin rasanya dijaga oleh perseorangan dari masyarakat sekitar dapat mentaati peraturan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh, jika pengunjung-pengunjung tersebut secara sengaja maupun tidaks engaja merusak alam yang ada sebagai contoh merusak tanaman, tumbuhan maupun pepohonan yang ada. Dengan demikian, evaluasi tersebut sangat penting guna menjaga kelestarian obyek wisata di Bajang tersebut.
Selain kelestarian alam yang dijaga oleh masyarakat setempat, namun juga harus memperhatikan tingkah laku dari pengunjung yang berada di kawasan obyek wisata tersebut.
Tidak hanya itu saja namun juga harus memperketat pengawasan terhadap pentaatan peraturan di Bajang agar pengunjung yang datang tidak dapat merusak kekayaan alam yangada dan tetap ikut serta dalam menjaganya
Kesimpulan
Ekowisata kalibiru awalnya sebuah hutan tandus dan muncul sebagai cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah terjadi perubahan lingkungan dalam bentuk perubahan status hutan. Selanjutnya masyarakat sekitar berupaya untuk melestarikan hutan tandus menjadi hutan konservasi sebagai ekowisata Bajang. Ekowisata Hutan dikawasan Bukit Berukoh ini dikelola oleh masyarakat di Desa Bajang yang berada dalam Kelompok Tani Hutan kemasyarakatan
Mandiri (KTHKm Mandiri). Dengan jadikannya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan tersebut sebagai obyek wisata alam yang indah, maka perekonomian masyarakat Desa Bajang, Kecamatan Pakong, meningkat. Dengan meningkatnya perekoniam masyarakat di sekitar maka perekembangan obyek wisata alam Hutang di bukit berukoh dari waktu ke waktu semakin berkembang. Dengan demikian, masyarakat juga menyadari betapa pentingnya menjaga kelestarian alam disana. Jadi, tidak serta merta hanya dieksploitasi dengan memanfaatkan kekayaan alam dan keindahannya namun juga dilestarikan dan dijaga. Sebagai contoh yang nyata saja, kawasan wisata alam di Bajang selalu saja bersih, hijau royo-royo, dan terlihat sangt rapih.
Daftar Pustaka
Ariani, dan surjono dkk, “Bentuk Pengelolaan Sumber Daya Hutan Di DesaKalilio Ke[ulawan Tangean Sulawesi tengah”, Brawijya, Indonesia Green Technology, 2014.
Ardani, Y. “Partisipasi Masyarakat Lokal dalamMenjaga LingkunganTerkait Aktivitas Ekowisata di Desa Jungutbatu, Kec. Nusa Peida, Kab. Klungkung, Bali” , Bali, Universitas Gajah mada, 2014.
B. Mitchell, Setiawan, dan D. H. R. (2000). “Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan,” Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Permenhut. (2014). “Permen Kehutanan 88 2014 tentang hutan kemasyarakatan”, Jakarta,1–21, 2017
Reni Vitasurya, V., Pudianti, A., Purwaningsih, A., & Herawati. (2014). “Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Desa Wisata Kalibiru”, di D.I Yogyakarta. Jurnal.
Suprayitno, A. R., & Lokal, P. M. (2008). Pelibatan Masyarakat Lokal: “Upaya Memberdayakan Masyarakat Menuju Hutan Lestari. Jurnal Penyuluhan” IPB,4(2), 2–5. https://doi.org/10.25015/penyuluhan.v4i2.2179
Wilujeng, E. (2015). “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Phbm) dalam Rangka Pelestarian Hutan Di Kph Blora”. Kebijakan Dan Manajemen Publik, 3.Worldwide Governance Indicator. (n.d.). Retrieved from http://info.worldbank.org/governance/wgi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar