Jumat, 14 Desember 2018

“Pemanfatan Hutan Pariwisata Sebagai Upaya Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan”

“Pemanfatan Hutan Pariwisata Sebagai Upaya Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan”


Oleh: Sipan
NIM :201607080089
Mahasiswa Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial

Abstrak
Desa wisata sebutan baru bagi daerah yang ada di desa Bajang kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, daerah tersebut kini ramai dikunjungi para wisatawan berkat pengelolaan hutan yang ada di bukit berukoh  yang memiliki nilai eksotis karena dapat melihat langsung pesona pemandangan indah persawahan diupayakan oleh masyakarakat sekitar untuk dijadikan sebagai tempat wisata alam yang dapat menguntungkan bagi nilai perekonomian masyarakat sekitar.
Penelitian yang dilakukan di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan pada masyarakat desa Bajang. Penelitian ini dianalisis mengunakan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar manfaat hutan yang ada di daerah bukit berukoh sebagai tempat pariwisata, serta memahami besarnya potensi pendapatan masyarat disekitar hutan bukit berukoh.
Dengan   jadikannya   sumberdaya  alam yang dapat dimanfaatkan tersebut  sebagai obyek  wisata  alam yang indah,   maka  perekonomian  masyarakat   Desa  Bajang Kecamatan Pakong meningkat.

Kata kunci: Pengelolaan hutan, Fungsi kawasan, Masyarakat lokal, sumbedaya hutan.
 Pendahuluan
Hutan merupakan sumber daya alam yang berada di bumi yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian hutan menjadi sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di bumi terutama bagi kelangsungan hidup manusia karena hutan selain memiliki keuntungan untuk bumi sebagai paru-parunya, juga dapat menguntungkan bagi perekonomian makhluk hidup di sekitarnya. Pasalnya, hutan memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai contoh dengan menjadikannya obyek wisata.seperti halnya di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang mempunyai hutan yang dijadikan obyek wisata alam yang sangat indah.
Desa wisata yang dijadikan sebagai obyek wisata alam di Gunung berukoh ini dikelola oleh masyarakat sekitar. Desa wisata yang memiliki nilai eksotis dengan ketinggian perbukitannya mencapai 250 meter diatas permukaan laut dan dapat melihat langsung pesona pemandangan indah persawahan diupayakan oleh masyakarakat sekitar untuk dijadikan sebagai tempat wisata alam yang dapat menguntungkan bagi nilai perekonomian masyarakat sekitar dan juga guna untuk melestarikan dan menjaga alam di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan. Gambar 1: kondisi hutan sebelum menjadi tempat wisata
Desa   Wisata  berukoh sebutannya   merupakan   desa  wisata  yang   di  kembangkan   dan dikelola   oleh   masyarakat  di  Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasa. Hutan yang dimanfatkan masyarakat sekitar   sebagai   obyek  wisata   alam   tersebut   memiliki   keindahan   alam   yang eksotis   dengan   pemandangan   persawahan  di sekitar perbukitan bukin berukoh.  Keindahan  alam  tersebut   dapat   menguntungkan perekonomian masyarakat sekitar dan  juga sebagai upaya masyakarakat dalammelestarian alam di Desa Wisata Bajang. Dengan demikian, maka masyarakat di Desa   Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan   sebagai pengembang   Desa   Wisata   Bajang   tidak   hanya   mengeksploitasi   maupun memanfaatkan kekayaan yang ada di Desa Wisata tersebut namun juga sebagaiupaya   pelestariannya.   Dengan   demikian,   Desa   Wisata   Bajang yang mendapatkan   daya tarik   dari  wisatawan   dengan  keindahannya,  semakin   hari semakin   menarik   banyak  wisatawan   yang  ingin   berkunjung   ke  Desa  Wisata Bajang. Gambar 2: Kondisi setelah di buat wisata
Dengan banyaknya wisatawan yang mengunjungi Desa Wisata Berukooh  pendapatan   yang   di peroleh   oleh   masyarakat   sekitar   akan  semakin bertambah. Dengan demikian pula, maka pendapatan atau hasil yang diperoleh dapat   dijadikan   sebagai   dana   untuk   merawat   dan   menjaga   serta mengembangkan kawasan Desa Wisata Bajang tersebut.Oleh  karena itu, pentingnya untuk   melestarikan   kekayaan   alam   yang  ada merupakan   bagian   terpenting  untuk  menjaga   lingkungan   agar  tidak  semakin rusak.  Karena, terkadang  manusia  lalai dalam  hal  memanfaatkan sumber  dayaalam yang ada. Tidak sedikit dari mereka  yang hanya mampu mengeksploitasi saja   tanpa   melestarikan.   Menjadikan   kekayaan   alam   sebagai   sumberkeuntungan   yang   terus   dieksploitasi   tanpa   peduli   betapa   pentingnya   untuk menjaga.  Selain  itu  adanya revitalisasi  pembangunan   hutan merupakan upaya untuk   mengembalikan   vitalitas   hutan   yang   rusak   sehingga   nantinya   dapatdikelola   dengan   prinsip   pengelolaan   hutan   berkelanjutan   (sustainble forestmanagement)  yang   memperhatikan  keselarasan dan  keserasian  nilai keonomi,ekologi dan sosial budaya (Wilujeng, 2015).
Gambar 3: Kawasan wisata
Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang memanfaatkan   kekayaan   alam   sebagai   sumber   ekonomi   yang   sangaja menguntungkan   bagi  perekonomian  di   masyarakat   sekitar  namun  juga   tidak melalaikan   tanggung   jawabnya   untuk   melestarikan   dan   menjaganya  dengan berbagai cara. Hal  ini dirasa sangat balance karena di satu sisi kekayaan yang dimanfaatkan menguntungkan bagi perekonomian masyarakat Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan dan si satu sisi yang lain masyarakat sekitar tidak melupakan untuk melestaraikan   dan   menjaga   sumber   daya   alam yang ada.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih peneliti karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari subjek yang diteliti (Sitorus, 1998). Metode studi kasus pada pelaksanaannya di lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta terbatas, maupun penelusuran (analisis) data sekunder sebagai instrumennya. Gambar 4: Objek wisata kawasan hutan berokoh
Strategi studi kasus yang diterapkan oleh peneliti mampu menghindari terbatasnya pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya berdasar pada penafsiran penelitian.
Penelitian dilakukan di Desa Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan pada masyarakat desa Bajang. Penelitian ini dianalisis mengunakan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar manfaat hutan yang ada di daerah bukit berukoh sebagai tempat pariwisata, serta memahami besarnya potensi pendapatan masyarat disekitar hutan bukit berukoh disebabkan perkembangan hutan pariwisatanya.
Memahami Konsep Filosofis Pengelolaan Sumber Daya Alam
lnstitusion without concept are blind, concept without institusion are empty (Kant). Dogan dan Pelassy (1996) menyetir untaian kata bijak Kant ini ketika mengawali pemaparan tentang operational consept dalam buku-nya How to Compare Nations: Strategies in Comparatiae Politics. Penulis merasa perlu mengemukakan pemikiran Kant sebagai kerangka teoritik, dalam menyoroti ketidaksinkronan dialektis yang berkembang dewasa ini mengenai strategi pengelolaan sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya kehutanan. Dalam hal ini kebijakan pengelolaan hutan berdasarkan pendeka tarr con cep t ual r at io n aI seb agaim ana (misalnya) gaga an yang diusung Kinreng (2003), selalu berbenturan ais a ais dengan pendekatan institusional moral bahkan pendekatan rasional selalu mengalahkan pendekatan moral (Satria, 2003).
Pemikiran Kant ini sangat relevan dalam melihat pandangan manusia saat ini yang selalu berseberangan dalam melihat strategi pengelolaan sumberdaya alam. Kepemihakan yang berlebihan terhadap satu pendekatan yang dianggap sebagai satu-satunya solusi cenderung akan menutup mata terhadap kelemahan mendasar dari pendekatan yang dianutnya. Mengedepankan rasionalitas tanpa pijakan moral sering kali tidak bermanfaat (bahkan merugikan) bagi sesama sebaliknya aspek moral saja tanpa landasan rasionalitas yang memadai adalah fatamorgana(Nurrochmat, 2004).
Ada dua hal pokok yang mencuat dalam dialektika pengelolaan sumber daya alam (termasuk hutan) masa kini. Pertama, masalah anthroposentrisme dan ekosentrisme dengan berbagai variannya. Kedua, adalah pendekatan rasional dan moral termasuk didalamnya short-term self interest dan positivistiknya.Polemik pengelolaan sumberdaya alam seringkali tidak berujung pada sinergi, karena kegagalan para pihak memahami tataran "role" dan "goal". Thorngate (2001) mengatakan bahwa meskipun terkesan mirip, goal dan role memiliki pengertian yang berbeda. Menurutnya "goals define what is to be accomplished" sedangkan "roles define who wiII do what, where, and when to accompolish them". Sesungguhnya penulis sendiri tidak melihat perbedaan tujuan mendasar antara pendekatan rasional dan gagasan moral karena keduanya bermuara pada satu goal yang sama atau setidaknya serupa, katakanlah social harmony. Perbedaan taiam terjadi pada tataran strategi dan ini berarti keragamarr "roles".
Dominasi pendekatan rasional-antroposentris dalam prakteknya cenderung mengabaikan rasionalitas wilayah lain misalnya kearifan lokal (tradisional). Apalagi rasionalitas itu sifatnya yang sentralistik sangat berpotensi membunuh realitas keragaman. Berangkat dari pemikiran ini lah perlunya mendekonstruksi pendekatan rasional dengan pendekatan moral (Satria 2003), di antaranya melalui desentralisasi -termasuk partisipasi dan devolusi. Pemikiran ini wajar karena sesungguhnya pendekatan moral dan pengelolaan sumberdaya alam misalnya melalui partisipasi dan devolusi sudah menjadi icon wajib dalam berbagai studi pengelolaan sumberdaya alam sejak pertengahan 1980-an.
Namun ternyata konsep ini bukan tanpa cacat. Cooke dan Khotari (2001), misalnya, dalam bukunya Participation; The Neut Tyrany? " mengkritik tajam penerapan konsep partisipasi. Dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan, Anderson (2000) mengatakan bahwa partisipasi dan devolusi memang berpotensi untuk pengelolaan hutan secara lebih baik dan lestari, namun demikian i,rga diingatkan bahwa .... Participation or decentralization it self can not guarantee that people wiII reap more benefits or be more interested in sustainable forest management". Selanfutnya dikatakan bahwa sering kali konsep partisipasi berlandaskan pada asumsi umum yang belum teruji kebenarannya. Misalnya: pertama, masyarakat lokal mempunyai kemauan dan kemampuan mengelola sumberdaya alam secara lestari; kedua, masyarakat lokal homogen dan stabil; ketiga, pengetahuan lokal yang spesifiksesuai unfuk pengelolaan sumberdaya alam secara lestari.
Dalam kenyataarnya asumsi diatas hanya tepat pada suatu daerah tertentu, tetapi belum tentu sesuai dengan kondisi daerah yang lain. Sebagaimana pendekatan lainnya, disamping mempunyai kelebihary partisipasi (sebagai salah satu bentuk pendekatan moral) juga mempunyai kelemahan. Banarjee (1997) mengatakan bahwa partisipasi tidak bisa diterapkan dalam berbagai kondisi diantaranya pada daerah dimana terjadi konflik penguasaan sumberdaya alam atau di daerah yang struktur populasinya sangat terpencar. Pendekatan partisipasi jauh lebih sulit diterapkan ketika berhadapan dengan kenyataan bahwa tradisi semakin longgar dan semakin banyak anggota masyarakat yang tidak lagi merasa terikat dengan kepentingan kolektif (Susilo, 2003: 26). Dari pengalaman di lapangan, tampaknya pendekatan rasional dapat efektif di terapkan pada daerah yang masih memegang kuat kearifan tradisional. Namun, di sisi lain terjadi kecenderungan "motivasi uang" pada masyarakat lokal di berbagai tempat akibat pengaruh globalisasi dan ekonomi pasar yang masuk.

Kreteria
Hutan Kemasyarakatan
Jika  kita  melihat pemangunan  nasional saat  ini, mereka  mengacu padaTriple Track Strategi, yang meliputi:
Pro growth: ekonomi harus mampu tumbuh dengan   meningkatkan ekspor dan investasi
Pro   Jobs: dimana   pembangunan   nasional   harus   juga   diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja agar pengangguran terkurangi
Pro poor: pembangunan juga harus mampu mengurangi kemiskinan terutama   mereka  yang   ebrada  di   pedesaan,  dan   sektor  pertanian,perikanan, dan kehutanan.
Hutan   kemasyarakatan   bertujuan   meningkatkan   kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjagakelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup (Permenhut, 2014)
Pelestarian Lingkungan
Secara   ekologi   pembangunan   merupakan   gangguan   terhadap keseimbangan   lingkungan, sehingga upaya pelestarian  lingkunganmerupakan   suatu   yang   janggal   jika   dihubungkan  dengan   kegiatan pembangunan. Konsep  pelestarian   lingkungan modern mesti berisikan upaya pemanfaatan lingkungan sekaligus memelihara keberlanjutannya. Untuk mewujudkan hal tersebut terdapat  strategi   mempertahankan kelestarian lingkuangan, yaitu :
Memperkuat kapasitas   perencanaan   lokal   dengan   mamasukkan aspek konservasi ke dalam perencanaan spasial
Rasionalisasi hak-hak atas sumberdaya
Pengembangan area lokal (B. Mitchell, Setiawan, 2000).
Ekonomi Lokal
Menurut   Blackely dan Bradshaw,   pegembangan   ekonomi   lokal merupakan   proses   dimana   proses   pemeirntah   lokal  dan  organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitasusaha untuk mencipatakan  lapangan  pekerjaan. Sedangkan  menurut Wold   Bank, ekonomi  lokal   adalah   proses   dimana   para pelakupembangunan, bekerja kolektif dengan mitra dari sektor  publik,   swastadan non pemeirntah, untuk menciptakan kondisi lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan  kesempatan kerja (“Worldwide Governance indicator, ")
Pembahasan
Kawasan Hutan yang ada di bukit berukoh merupakan salah satu ekowisata yang  berbasis hutan di  Indonesia. Ekowisata   ini   terletak   di   kawasan   perbukitan    dimana   masyarakat memanfaatkan   hutan ini   untuk dikembangkan   menjadi  wisata   alam  sekaligus menjadi desa wisata yang berada di Desa Bajang.
Gambar 5: Kawasan bukit tampak dari bawah
Awalnya hutan ini tandus dan   didorong   dengan   wilayah   Bajang   sering   dilanda kekeringan, oleh karena  masyarakat   melakukan   penanaman pohon kembali dihutan yang dulunya menjadi lahan kritis ini untuk menjaga persediaan air tanah.Karena   hutan   salah   satu   faktor   sebagai   penangkap   air   yang   efisien.   Oleh karenanya, apabila hutan rusak atau mengalami ketandusan akan berdampak pada   kekurangan  air  di   wilayah  Bajang  saat   musim  kemarau  tiba  (ReniVitasurya,   Pudianti,  Purwaningsih,   &  Herawati,   2014).     Wisata   alam  Bukit berukoh  geografis terletak  di jajaran  perbukitan yang  berada di Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan Madura dengan  ketinggian  250   mdpl.  Ekowisata   Berukoh  ini   dikelola  oleh masyarakat   di   Desa   Bajang   yang   berada   dalam   Kelompok   Tani   Hutan kemasyarakatan Mandiri (KTHKm Mandiri).
Gambar 6; Pemandangan persawahan
Ekowisata Hutan di kawasan bukit Berukoh   menyuguhkan pemandangan alam  persawahan dengan melihat  dan menikmati gugusan padi. Ekowisata Hutan di kawasan Bukit Berukoh awalnya sebuah hutan tandus  dan   muncul  sebagai   cara untuk   mendapatkan   kehidupan   yang   lebih   baik   setelah   terjadi   perubahan lingkungan   dalam  bentuk  perubahan   status  hutan.   Pengelolaan  sumber  dayahutan tidak terlepas  dari   pengelolaan   sumber daya alam secara  komprehensif dan berkelanjutan  (Purnomo, 2014). Masyarakat pun  ikut   berpartisipasi   dalam mengembangkan dan mengelola wisata  alam. Dan dimana masyarakat mampu menciptakan   atau   menjadikan   hutan   sebagai   tempat   wisata   dengan   tanpa merusak  hutan. 
Wisata  alam   atau  nature   tourism  merupakan   kegiatan  wisata dimana   diikuti   dengan   kegiatan   fisik   dari   wisatawan   tanpa memperhatikan konservasi  (Ardani,  2014). Tetapi hal ini   berbeda   dengan wisata alam  Berukoh, dimana   pariwisata  ini  dilaksanakan  di  wilayah   hutan  kemasyarakatan dengan status   hutan   lindung.   Oleh   karenanya   semua   kegiatan   dilakukan   dengan memperhatikan   konservasi   hutan.   Pemberdayaan   masyarakat   dalam   bentuk pelibatan masyarakat lokal dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar   dan   positif. 
Seperti   pendapat   Cary   (1970)   bahwasannya   untuk menjamin kesinambungan pembangunan,   maka   partisipasi   masyarakat   sangat diperlukan dan harus tetap diperhatikan dan dikembangkan (Suprayitno & Lokal,2008). Pengembangan dan pengelolaan ekowisata Berukoh secara intensif dapat menjadi   kegiatan   alternatif   bagi   masyarakat   Bajang.   Disisi   untuk   menjaga kelestarian hutan juga  mampu  memberikan lapangan ekonomi bagi masyarakat lokal   untuk   meningkatan   pendapatan   masyarakat   lokal   di   sekitar ekowisata Hutan di bukit Berukoh tersebut
Analysis dan Evaluation
Hutan merupakan salah satu   kekayaan   alam   atau   sumber daya alam yang mempunyai   manfaat   yang   sangat   banyak.   Di   dalam   masyarakat,   demi menunjangnya  perekonomian   masyarakat   di   sekitaran  hutan   tersebut,   maka dapat  di manfaatkan salah satunya  dengan menjadikan  hutan tersebut sebagai obyek   wisata alam.   Memanfaatkan  keindahan   dan  kekayaan  alam   yang ada tentunya   baik  karena  dapat   menunjang  keaktifan   masyarakat  dan kepedulian terhadap   lingkungannya dengan   catatan  tidak   dieksploitasi  secara  berlebihan dan harus tetap menjada serta melestarikan obyek wisata alam tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan Daerah Madura yang menjadikan hutan di sebuah kawasan Bukit Berukoh menjadi obyek wisata yang sangat indah dan sangat menarik pengunjung dari berbagai  daerah. 
Dengan   jadikannya   sumberdaya  alam yang dapat dimanfaatkan tersebut  sebagai obyek  wisata  alam yang indah,   maka  perekonomian  masyarakat   Desa  Bajang Kecamatan Pakong meningkat.
Dengan   meningkatnya   perekoniam   masyarakat   di   sekitar   maka perekembangan   obyek   wisata   alam   Berukoh  dari   waktu   ke   waktu   semakin berkembang tidak hanya itu saja, dengan semakin berkembangnya obyek wisataalam tersebut  maka daya tarik wisatawan dari berbagai daerah bertambah.  Hal tersebut   dirasa   sangat   menguntungkan   bagi   masyarakat   sekitar,   pasalnya dengan usaha masyarakat  di   Di Desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan yang  mengelola  dengan  mandiri  kawasan  wisata  alam  tersebutsangat meningkatkan perekonomian mereka.
Gambar 7;Lahan parkir sebagai sumber pendapatan  baru
Dengan  demikian,   masyarakat  juga   menyadari   betapa  pentingnya  menjaga kelestarian   alam  disana.  Jadi,   tidak  serta  merta   hanya  dieksploitasi  dengan memanfaatkan  kekayaan  alam dan   keindahannya namun  juga dilestarikan  dan dijaga. Sebagai contoh yang nyata saja,  kawasan wisata alam di berukoh  selalu saja bersih, hijau royo-royo, dan terlihat sangt rapih. Sangat terlihat betapa besar kerja sama   antar   warga  yang  sangat   jelas  terlihat,  ini  menandakan  antusias mereka   terhadap   memanfaatkan   sumber   daya  yang   ada   untuk   kepentingan perekonomian   sangat   tinggi.  Gambar 8; Potret kesibukan penjual
Karena   setelah   pemerintah   mempercayakan masyarakat untuk mengolah, mengelola, melestarikan dan menjaga hutan serta sumber daya  alam yang ada  di kawasan hutan bukit berukoh,  masyarakat mempunyai antusias yang sangat tinggi dan dari data yang ada menandakan bahwa masyarakat lebih baik dalam   menjaga   dari pada   di   tangan   pemerintah   karena   atas   antusias   dan kerjasama dari mereka yang begitu besar pula. Gambar 9:Usaha perdagangan
Namun,   dari   analisis   tersebut,   tentunya   ada   hal   yang   perlu   diperhatikan sebagai bentuk evaluasi guna menciptakan obyek wisata alam yang tidak hanya dimanfaatkan   sebagai   bentuk   penunjang   ekonomi   masyarakat   di   Di desa Bajang Kecematan Pakong Kebupaten Pamekasan  namun  juga  sebagai bentuk timbal   balik dari masyarakat   yang mengapresiasikan atas   pemanfaatan dari kekayaan alam  yang ada. Dan hal ini dirasa sangat penting karena secara langsung maupun tidak langsung, seiring dengan berkembangnya obyek wisata alam  hutan di Bukit Berukoh,   akan  ada  hal  yang  tidak  luput  menimbulkan  kerusakan  secara perlahan pada alam di kawasan obyek wisata tersebut jika kurang diperhatikan juga oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar.
Hal   yang   sangat   perlu  diperhatikan  ketika   membludaknya   wisatawan  dari berbagai   daerah  maka   akan  menimbulkan  tekanan   di  daerah   ketinggian  dari puncak   Berukoh  tersebut.   kendaraan   besar   yang   silih   berganti   memasuki kawasan perbukitan tersebut dapat menimbulkan ketidak stabilan pada tanah danjuga   kerusakan   ekosistemnya.   Tekanan   yang   ada   yang   ditimbulkan   dari banyaknya wisatawan yang berkunjung harus sangat diperhatikan apalagi lahanyang  dijadikan  tempat berparkir  berbagai kendaraan  juga di  sebuah ketinggian dalam puncak pegunungan di Menoreh. Tidak hanya itu saja, namun banyaknya pengunjung   yang   tidak   mungkin   rasanya   dijaga   oleh   perseorangan   dari masyarakat sekitar  dapat   mentaati   peraturan   yang   sudah  ditetapkan.   Sebagai contoh,   jika   pengunjung-pengunjung   tersebut   secara   sengaja   maupun   tidaks engaja merusak alam  yang ada  sebagai contoh  merusak tanaman, tumbuhan maupun pepohonan yang ada. Dengan demikian, evaluasi tersebut sangat penting guna menjaga kelestarian obyek   wisata   di   Bajang  tersebut. 
Selain  kelestarian   alam   yang   dijaga  oleh masyarakat   setempat,   namun   juga   harus   memperhatikan   tingkah   laku   dari pengunjung yang berada di kawasan obyek wisata tersebut.
 Tidak hanya itu saja namun juga harus   memperketat   pengawasan  terhadap pentaatan peraturan di Bajang agar pengunjung yang datang tidak dapat merusak kekayaan alam yangada dan tetap ikut serta dalam menjaganya
Kesimpulan
Ekowisata kalibiru awalnya sebuah hutan tandus  dan   muncul  sebagai   cara untuk   mendapatkan   kehidupan   yang   lebih   baik   setelah   terjadi   perubahan lingkungan   dalam   bentuk   perubahan   status   hutan.   Selanjutnya   masyarakat sekitar   berupaya  untuk  melestarikan   hutan  tandus  menjadi   hutan  konservasi sebagai ekowisata   Bajang.   Ekowisata   Hutan dikawasan Bukit Berukoh  ini   dikelola   oleh  masyarakat   di Desa  Bajang   yang  berada  dalam  Kelompok  Tani   Hutan   kemasyarakatan
Mandiri  (KTHKm   Mandiri).  Dengan  jadikannya   sumber   daya   alam  yang  dapat dimanfaatkan   tersebut   sebagai   obyek   wisata   alam   yang   indah,   maka perekonomian   masyarakat   Desa  Bajang,   Kecamatan   Pakong,   meningkat. Dengan meningkatnya perekoniam masyarakat di sekitar maka perekembangan obyek  wisata alam  Hutang di bukit berukoh  dari waktu  ke waktu semakin berkembang.  Dengan demikian,  masyarakat   juga   menyadari  betapa   pentingnya menjaga  kelestarian alam disana. Jadi, tidak serta merta hanya  dieksploitasi dengan memanfaatkan kekayaan alam dan  keindahannya namun juga dilestarikan dan dijaga. Sebagai contoh yang nyata saja, kawasan wisata alam di Bajang selalu saja bersih, hijau royo-royo, dan terlihat sangt rapih.
Daftar Pustaka
Ariani, dan surjono dkk, “Bentuk Pengelolaan Sumber Daya Hutan Di DesaKalilio Ke[ulawan Tangean Sulawesi tengah”, Brawijya, Indonesia Green Technology, 2014.
Ardani, Y. “Partisipasi Masyarakat Lokal dalamMenjaga LingkunganTerkait Aktivitas Ekowisata di Desa Jungutbatu, Kec. Nusa Peida, Kab. Klungkung, Bali” , Bali, Universitas Gajah mada, 2014.
B. Mitchell, Setiawan,  dan D. H. R. (2000). “Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan,” Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Permenhut. (2014). “Permen Kehutanan 88 2014 tentang hutan kemasyarakatan”, Jakarta,1–21, 2017
Reni Vitasurya, V., Pudianti, A., Purwaningsih, A., & Herawati. (2014). “Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Desa Wisata Kalibiru”, di D.I Yogyakarta. Jurnal.
Suprayitno, A. R., & Lokal, P. M. (2008). Pelibatan Masyarakat Lokal: “Upaya Memberdayakan Masyarakat Menuju Hutan Lestari. Jurnal Penyuluhan” IPB,4(2), 2–5. https://doi.org/10.25015/penyuluhan.v4i2.2179
Wilujeng, E. (2015). “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Phbm) dalam Rangka Pelestarian Hutan Di Kph Blora”. Kebijakan Dan Manajemen Publik, 3.Worldwide Governance Indicator. (n.d.). Retrieved from http://info.worldbank.org/governance/wgi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar